Foto : ICT Smakanza
Indonesia dikenal sebagai negara multicultural, baik dari suku, budaya, bahasa, dan masih banyak lagi yang sangat beragam. Namun, ditengah kemajuan zaman, tantangan yang dihadapi semakin kompleks. Globalisasi, kemajuan teknologi, serta arus informasi yang tidak terbendung membuat masyarakat harus memiliki kemampuan berpikir kritis dan keterampilan literasi yang kuat agar tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum jelas kebenarannya. Karena sesungguhnya penjajahan di era sekarang bukan soal angkat parang atau senjata, Namun, peran masyarakat khususnya generasi muda dalam memastikan bahwa Indonesia tetap bersatu dan maju dari derasnya arus informasi.
Menurut UNESCO (2021), Indonesia masih berada di peringkat 62 dari 70 negara dalam hal literasi. Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS, 2022) mencatat bahwa hanya sekitar 31% masyarakat Indonesia yang memiliki kebiasaan membaca secara rutin, sementara mayoritas lebih banyak mengonsumsi konten hiburan digital. Rendahnya budaya membaca ini berimplikasi pada berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam menjaga keutuhan NKRI dan daya saing bangsa. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya budaya membaca antara lain:
a. Minimnya kebiasaan membaca sejak dini, banyak anak di Indonesia tidak terbiasa membaca sejak kecil karena kurangnya dorongan dari keluarga
b. Kurangnya akses terhadap bahan bacaan berkualitas, banyak daerah terutama di pelosok, masih kekurangan perpustakaan dan buku yang layak.
c. Meningkatnya konsumsi konten digital yang lebih bersifat hiburan. Masyarakat lebih tertaraik pada konten visual seperti video pendek dibandingkan membaca buku atau artikel panjang.
Dari permasalahan ini, kita dapat melihat tentang bagaimana seseorang
memahami, menganalisis, dan menggunakan informasi secara bijak. Oleh karena
itu, literasi yang kuat akan membantu masyarakat dalam menjaga keutuhan NKRI
dan meningkatkan harga diri bangsa Indonesia.
Literasi bukan hanya sekedar kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga memiliki peran besar dalam memperkuat nasionalisme. Dengan memahami sejarah, nilai-nilai kebangsaan, serta dinamika politik dan sosial, masyarakat dapat menjadi lebih kritis dalam menghadapi berbagai isu yang berpotensi memecah belah bangsa. Manfaat literasi dalam memperkuat nasionalisme antara lain:
a. Meningkatkan kesadaran sejarah dan kebangsaan. Masyarakat memilki tingkat literasi yang tinggi lebih memahami sejarah perjuangan bangsa, sehingga lebih menghargai keberagaman dan persatuan.
b. Mengurangi penyebaran hoaks dan disinformasi. Dengan keterampilan literasi yang baik, masyarakat dapat memilah informasi yang benar dan tidak mudah percaya pada berita palsu.
c. Meningkatkan partisipasi dalam kehidupan demokrasi. Literasi yang tinggi
membuat masyarakat lebih aktif dalam diskusi kebangsaan dan berpartisipasi
dalam pmilihan umum secara cerdas.
Di era digital saat ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memberikan dampak yang sangat besar terhadap cara kita berinteraksi dan berkomunikasi. Salah satu dampak terbesar adalah kemunculan media sosial yang memungkinkan orang untuk berbagi informasi dengan sangat cepat dan luas. Meskipun teknologi ini memiliki banyak manfaat, juga membawa tantangan serius, salah satunya adalah meningkatnya jumlah konflik sosial yang disebabkan oleh penyebaran disinformasi atau berita palsu (hoaks).
Literasi media yang baik sangat penting dalam menghadapi ancaman disinformasi. Masyarakat yang literat akan mampu membedakan antara informasi yang benar dan informasi yang salah, serta tidak mudah terjerumus dalam konflik yang disebabkan oleh informasi palsu. Literasi media mengajarkan kita bagaimana cara memahami berbagai jenis informasi yang ada. Sementara itu, literasi digital mengajarkan kita untuk menggunakan teknologi secara bijak, serta memahami risiko yang mungkin timbul, seperti penyebaran informasi yang salah atau penyalahgunaan data pribadi.
Literasi yang baik akan memungkinkan kita untuk menyaring informasi yang masuk dan membuat keputusan yang lebih bijak. Di tengah keragaman yang ada, tantangan terbesar adalah bagaimana cara menjaga hubungan sosial yang harmonis dan menghindari konflik. Melalui literasi yang baik, kita juga dapat menghindari penyebaran ujaran kebencian atau stereotip negatif terhadap kelompok tertentu.
Dalam masyarakat yang memiliki literasi sosial yang kuat, masyarakat lebih cenderung untuk menyelesaikan perbedaan secara damai dan bijaksana, bukan melalui kekerasan atau konfrontasi. Untuk menciptakan masyarakat yang literat dan tahan terhadap disinformasi, peran pemerintah sangat penting. Pemerintah dapat merancang kebijakan yang mendukung peningkatan literasi di semua lapisan masyarakat, mulai dari pendidikan formal hingga program literasi digital untuk masyarakat umum. Pendidikan formal harus mengajarkan keterampilan literasi yang lebih luas, termasuk literasi media dan literasi digital, agar generasi muda memiliki kemampuan untuk menganalisis informasi dengan lebih kritis.
Namun, bukan hanya pemerintah yang bertanggung jawab. Masyarakat juga memiliki peran penting dalam meningkatkan literasi. Masyarakat harus aktif mencari informasi yang benar, mengedukasi diri sendiri tentang cara memverifikasi informasi, dan tidak mudah terprovokasi oleh berita palsu. Semakin banyak individu yang memiliki literasi yang baik, semakin kuat pula ketahanan sosial masyarakat dalam menghadapi tantangan yang ada.
1. Badan Pusat Statistik (2022). "Tingkat Literasi dan Minat Baca Masyarakat Indonesia."
2. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (2023). "Gerakan Literasi Nasional."
3. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI, 2022). "Hoaks dan Literasi."
4. UNESCO (2021). "World Literacy Report."