Resensi Buku

Pulang

Judul : Pulang 

Penulis : Tere Liye 

Penerbit : Republika Penerbit Kav. Polri Blok I No. 65 Jagakarsa, Jakarta.

Tahun terbit : Cetakan 1, September 2015 

Tebal halaman : 400 hal


Buku ini menceritakan tentang seorang remaja berusia lima belas tahun bernama Bujang, seorang anak dari pasangan Samad, dan Maidah. Mereka tinggal di sebuah desa di pedalaman Sumatera yang biasa disebut Talang. Hingga di kemudian hari, desa itu mengalami kesulitan karena ratusan babi hutan yang menyerbu ladang. Segala cara telah mereka lakukan. Namun hasilnya percuma. Babi-babi itu selalu punya cara untuk masuk. Tetua kampung pun sudah menyerah dengan apa yang terjadi, namun Samad tidak. Dia mencoba meminta bantuan pemburu dari kota. Hingga tiba sang pemburu ke rumah mereka, jumlahnya sekitar dua belas orang. Dengan tiga anjing pemburu. Yang kemudian bersama-sama mengajak Bujang untuk ikut berburu Babi hutan di tengah lembah Sumatera. Disinilah rasa takut Bujang sirna, ketika ia melihat sesosok monster mengerikan, dengan tatapan matanya yang merah, dengus nafasnya yang memburu, dan taringnya yang kemilau saat ditimpa cahaya petir. 

Monster itu adalah seekor babi jantan, yang merupakan pimpinan kawanan babi hutan yang mereka hadapi tadi, beratnya tidak kurang dari lima ratus kilogram, dan tingginya hampir seperti sapi dewasa. Bujang pun berhasil membunuh babi itu sendirian, melindungi rekan-rekannya yang terluka. 

Di sinilah kebenaran, dan masa lalu Samad mulai terungkap. Ternyata Samad, dan Maidah adalah sepasang kekasih yang tak mendapatkan restu untuk menikah tiga puluh tahun lalu. Karena Samad adalah seorang tukang jagal, Samad diusir dengan tidak hormatnya dari kampung. Ia kemudian melanjutkan pekerjaannya sebagai tukang jagal di kota. Hingga akhirnya tiga puluh tahun kemudian mereka bertemu kembali, dengan Maidah yang telah bercerai dan menjadi janda, Maidah juga  telah diusir oleh keluarganya. Mereka akhirnya menikah dan memiliki anak yang bernama Bujang tadi. Anak satu-satunya mereka, yang sangat amat Maidah sayangi. Meski Samad tidak lagi percaya agama, namun Maidah selalu diam-diam mengajarkan Bujang tentang agama, ia juga mengajari bagaimana cara menulis dan membaca. Maidah juga memberi pesan kepada Bujang, agar ia menjauhkan perutnya dari makanan haram dan kotor. Juga tidak menyentuh tuak dan segala minuman haram. Agar esok, jika hitam seluruh hidupmu,  hitam seluruh hatimu, kamu akan tetap memiliki satu titik putih. Dan semoga itu berguna, memanggilmu pulang. 

Kebenaran akhirnya terungkap lelaki bertubuh gempal, dan bermata sipit.  Yang merupakan ketua dari para pemburu itu ternyata adalah Tauke Muda, seorang penerus dari organisasi Shadow economy yang sering disebut juga sebagai black market, underground economy. Dengan keluarga Tong sebagai penguasa utama. Ia memperkenalkan diri kepada Bujang sebagai saudara tiri ayahnya. Esoknya seusai berburu,  Bujang diminta oleh Tauke Muda untuk ikut dengannya tinggal di kota. Ia berjanji akan mengurusnya seperti anaknya sendiri. Setelah berdebat panjang dengan Samad, akhirnya dengan tidak ikhlas Maidah merelakan Bujang dibawa oleh Teuku muda ke kota, dengan harapan agar Bujang dapat memiliki masa depan yang lebih baik. 

Dua puluh tahun berlalu dengan cepat, Bujang kini menjadi lelaki dewasa yang dapat diandalkan oleh Teuku Muda. Karena telah menggantikan ayahnya kini Teuku Muda, berubah nama panggilan menjadi Teuku Besar. 

Berkat kepandaiannya, Bujang disekolahkan oleh Teuku Besar hingga mendapatkan ijazah SMA, ditambah dengan pelatihan beladiri di malam harinya oleh Kopong, seorang anak dari panti asuhan yang mencuri di toko milik keluarga Tong, yang kemudian diselamatkan hidupnya oleh Samad sang ayah, ia menjadi memiliki kehidupan yang layak. Dan merasa berhutang budi kepada Samad. Lalu sebagai ucapan terima kasih Kopong akhirnya terus mengajari beladiri pada Bujang hingga ia mahir, juga mencarikan guru khusus agar Bujang menjadi lebih kuat lagi. 

Hingga akhirnya Bujang menjadi sosok yang benar-benar kuat, pandai dan dapat diandalkan oleh Teuku Besar. Berkat kerja kerasnya, kini ia menjadi tangan kanan kepercayaan Teuku Besar, hingga kemudian diutus menjadi penggantinya saat Teuku Besar akan tiada. Perjuangannya mempertahankan kekuasaan keluarga Tong terus berjalan, ia berhasil melawan berbagai macam masalah dalam perjalanan hidupnya. Ia juga berhasil mewujudkan janjinya pada ibunya untuk pulang tidak hanya sekedar ke rumah, namun juga pulang kepada panggilan Tuhan. Karena sejauh apapun kehidupan menyesatkan, segelap apapun hitamnya jalan yang ia tempuh, Tuhan selalu memanggilnya untuk pulang.

Kelebihan 

Cerita “Pulang” oleh Tere Liye ini dikemas dengan bahasa yang menarik, juga memiliki alur cerita yang disajikan dengan baik. Hal ini membuat rasa penasaran pembaca bertambah seiring berjalannya waktu. Semakin kita membacanya, maka semakin besar pula keinginan kita untuk menyelesaikannya. Ditambah lagi penggunaan gaya bahasa Hiperbola sebagai pelengkap, membuat cerita ini terasa lebih indah dan puitis, ceritanya juga berhasil mewujudkan imajinasi pembaca. Dengan bahasa yang ringkas dan tidak bertele-tele, membuat siapapun tidak akan merasa pusing saat membacanya. Meskipun merupakan cerita action, dengan kekerasan di dalamnya. Namun tidak ada kata kasar yang mengganggu, dan tidak mengenakan.

Kekurangan 

Sayangnya, ada beberapa kata yang tidak memiliki penjelasan lebih detail, sehingga kita perlu menerjema

Oleh : Nurul Soviana

Resensi Lainnya

...

Oleh : Asna Tri Seftiani

...

Oleh : Natasya Naysila Bunga Rosyana

...

Oleh : Nanda Ayudya

...

Oleh : Evi Nur Alisa

...

Oleh : Alfina Nur Hara

...

Oleh : Syafa Nabila

...

Oleh : Natasya Naysila Bunga Rosyana

...

Oleh : Syafa Nabila